Wednesday, March 28, 2012

DISIPLIN NASIONAL.

Gerakan Disiplin Nasional ( GDN ) pernah dicanangkan oleh pemimpin pemerintah Orde Baru/ Presiden Suharto pada tanggal 20 Mei 1995, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan pernah dimasukan kedalam krida kedua dari Panca Krida Kabinet Pembangunan VI  yang berbunyi :” Meningkatkan Disiplin Nasional yang dipelopori oleh Aparatur Negara menuju terwujudnya  Pemerintah yang bersih dan berwibawa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat “ [1]. Krida kedua ini apa ada yang salah, mengapa dalam era reformasi ditenggelamkan ke laut dan tidak pernah terdengar lagi. Menurut penulis konsepsinya sangat baik tetapi aplikasinya belum tepat sehingga perlu penyusunan konsep pengamalannya, bukan di buang begitu saja.


  Disiplin bukan monopoli TNI. Disiplin dalam pengertian ketaatan manusia Indonesia kepada peraturan negara    (peraturan Kepala Negara, peraturan eksekutive, peraturan yudikative, peraturan legislative, peraturan TNI dan peraturan perbankan yang berlaku, secara ikhlas tanpa paksaan. Dikatakan tanpa paksaan, karena  belum tentu peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan keinginan sebagian kecil manusia. Manusia yang tidak setuju atau merasa terbelenggu oleh aturan akan bereaksi membangkang an atau melanggar secara-sembunyi-sembunyi.  Oleh karenanya, perlu coersive dalam rangka  law enforcement . Disinilah perlu tangan besi untuk dapat menegakan peraturan yang telah disepakati tanpa pandang bulu. Hukum dan peraturan berlaku umum / general, bukan berlaku khusus, maka setiap manusia berkedudukan sama dimuka hukum. Law enforcement hanya bisa terlaksana dengan paksaan, disamping dengan contoh teladan, diskusi, demokrasi, kebapakan dan sebagainya. Sepanjang paksaan untuk kepentingan mayoritas rakyat yang telah disepakati oleh sebagian besar rakyat (demokrasi), penulis percaya akan didukung oleh rakyat. Penegakan peraturan tidak perlu gamang, namun jika masih ada yang kebal terhadap peraturan ( Birokrasi Jarkoni mengajar tetapi Nglakoni, mendidik larangan tetapi dia sendiri melakukan pekerjaan yang dilarang tersebut), maka lemahlah hukum/ peraturan tersebut. Taat azas / Law abiding Principle harus dibiasakan kepada rakyat dan aparatur negara supaya rakyat sendiri dan aparatur negara tidak mau melanggar peraturan dan perundangan yang berlaku. Pengalaman penulis sewaktu belajar di luar negeri, jika kawannya mengajak melanggar peraturan misalnya membeli senjata tanpa Hunting Lisence diurus dulu, dia langsung mengatakan :” Don’t break the rule sir ! “. Mereka ternyata mengimplementasikan saling asah, saling asuh dan saling asih.

Saling asah, karena selama penulis di luar negeri  didampingi oleh sponsor akademi yang selalu membimbing penulis dalam menyusun kata dan kalimat produk-produk tertulis agar tidak terlalu menyimpang dari tata bahasa  negara tersebut.

Saling asuh, karena selain sponsor akademik penulis juga diberi Sponsor Sosial yang bertugas membimbing penulis agar tidak mempunyai kesan atau perilaku seperti di film-film dari negara mereka. Mereka mengatakan bahwa perilaku  antara yang ada di film dengan kenyataan, berbeda dan jangan terkecoh oleh perilaku para bintang film yang memang untuk konsumsi hiburan.

Saling asih, penulis diperlakukan seperti saudara, kuliah djemput ke Bachelor Office Quarter (BOQ), dan selesai kuliah diantar kembali ke BOQ.  

            Bangsa asing tidak memiliki semboyan saling asah, saling asuh dan saling asih, tetapi ternyata dalam kehidupannya mengamalkan semboyan tersebut. Demikian pula bangsa asing  tidak membaca Al Qur’an tetapi mereka mempraktekan ayat-ayat Al Qur’an, seperti ucapan :” It’s your bisnis  Sir atau It’s my bisnis Sir “ mengandung makna bahwa itu urusan anda. Hal ini seperti yang tercantum dalam Al Qur’an surat ke 17 Al Israa( Perjalanan Malam ) ayat 7 :” Jika kamu berbuat kebaikan ( berarti ) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat kejahatan, maka     ( akibatnya ) bagi dirimu sendiri...... “ Masalah –masalah pribadi diserahkan kepada pribadi masing-masing sedangkan masalah yang menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungannya menggunakan hukum nasional. Salah satu masalah yang sangat pribadi adalah agama dan pemahaman terhadap hal-hal berkaitan dengan rochani. Inilah yang tidak boleh diganggu dan merupakan urusan pribadi masing-masing / hak asasi manusia. Begitu juga mereka selalu mengejar ilmu pengetahuan dan teknologi baru untuk kehidupannya tanpa mengenal menyerah. Hal ini merupakan aplikasi / pengamalan Surat ke 55 Ar Rahmaan (Yang Maha Pengasih) ayat 33 :   “ Hai sekalian Jin dan Manusia, jika kamu mampu menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak bisa menembusnya melainkan dengan kekuatan “ Kekuatan disini harus dijermahan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi, agar manusia dapat menjelajah penjuru langit dan bumi. Manusia Indonesia yang mempunyai Al Qur’an belum dapat mengamalkan ayat tersebut. Inilah yang sebetulnya harus diperjuangkan oleh umat mayoritas bangsa Indonesia, bukan memaksakan untuk stagnasi budaya dan stagnasi hukum. Hukum dan budaya adalah dinamis sesuai dengan dinamika bangsa dan abstraksi generasi penerusnya terhadap perkembangan budaya manusia kotemporer dan budaya di masa yang akan datang.  

            Disiplin nasional tentunya harus diawali dari disiplin individu.  Akumulasi disiplin individu menjadi disiplin kelompok dan seterusnya akumulasi disiplin kelompok berujung pada terwujudnya disipli nasional. Disiplin individu dan atau disiplin kelompok tidak dapat terwujud hanya dengan himbaun, pembiaran, dan  berjalan alami, tetapi harus dengan tindakan tegas dan lugas dalam mengaplikasikan peraturan dan perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan tentang kehidupan manusia juga harus lengkap sebagai kriteria dan rambu-rambu sikap dan perilaku yang baik dan yang jelek.  Untuk mencapai disiplin individu, disamping menggunakan metode coersif, juga dengan metoda saling, asah, saling asuh dan saling asih. Melalui pendekatan logika, manusiawi dan pengetrapan berbagai gaya kepemimpinan di setiap strata organisasi apapun di setiap jalur lingkungan sosial  maka realisasi disiplin nasional akan terwujud. 



[1] Gerakan Disiplin Nasional , D.Sumarmo, CV Minijaya Abadi, Jakarta 1995