Thursday, October 30, 2014

REFORMASI

Orde baru sebenarnya merupakan penyelenggara negara yang mengoreksi pelaksanaan penyelenggaraan negara yang dilaksanakan oleh orde lama. Demikian pula orde reformasi adalah penyelenggara negara yang mengoreksi penyimpangan orde baru. Pada awalnya tuntutan reformasi adalah untuk mengamandemen UUD RI 1945, menghapus doktrin dwi fungsi ABRI, menegakkan supremasi hukum, menghormati hak asasi manusia, pemberantasan KKN, desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah, mewujudkan kebebasan pers dan mewujudkan kehidupan demokrasi. 
Dari deretan tutututan tersebut tidak satupun yang menyangkut tuntutan aspek ekonomi dalam hal ini kesejahteraan rakyat. Apalagi pada kenyataannya dengan menggunakan tuntutan seperti tersebut diatas dan tema “reformasi total” disegala aspek kehidupan menjadi kurang tepat. Dengan tuntutan tersebut tampak bahwa orde reformasi tidak memprioritaskan tujuan bidang ekonomi, yang sebenarnya merupakan tuntutan rakyat sebagai kebutuhan dasarnya. 

Demikian juga dengan menggunakan tema reformasi total, maka aplikasi penyelenggaraan negara yang baru telah merombak dan memberangus segala hasil yang dicapai oleh penyelenggara negara orde baru termasuk hasil hasil yang seharusnya dipertahankan untuk dilanjutkan. Koreksi total dengan tidak mempunyai konsep yang mapan menyebabkan pelaksanaan reformasi yang sudah berjalan enam belas tahun tidak menunjukkan arah kelanjutan pembangunan nasional yang jelas, yang terkesan oleh rakyat awam hanya reformasi untuk menumbangkan orde baru dan tanpa membawa blueprint yang jelas dalam menata/melanjutkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Oleh karenanya, arah reformasi harus diluruskan kembali agar dapat mencapai track yang benar yakni melanjutkan konsepsi pembangunan bangsa untuk mewujudkan rakyat yang sejahtera, aman, adil dan makmur dalam sistem politik demokrasi, sehingga dapat menikmati hidup dengan nyaman dan damai. Seyogyanya orde reformasi menumbangkan orde baru untuk tujuan mengoreksi penyimpangan terhadap konsepsi pembangunan nasional yang telah disusun secara komprehensif dan untuk jangka panjang / never ending goal.

Beberapa konsep yang dianggap tidak tepat seperti fungsi ABRI yang membias, pengekangan hak individu yang berlebihan, pembangunan yang belum merata, tidak ada power sharing dalam sistem politik, disiplin nasional tidak tercapai, kegagalan pembentukan karakter bangsa dan sebagainya, harus diluruskan bukan malah memberangus konsepsi pranata sosial yang hampir mapan, sehingga kehilangan pedoman seperti yang sekarang terjadi. Apa gunanya istilah pembangunan Jangka Panjang selama 25 tahun diganti dengan pembangunan Nasional selama 20 tahun, GBHN yang memuat tujuan pembangunan, sasaran pembangunan, prioritas pembangunan, wawasan nasional / wawasan nusantara dan ketahanan nasional, dan sasaran perbidang selama 5 tahun juga dihapus tanpa memiliki konsep yang menunjukan kelanjutan Pembangunan Nasional, tetapi hanya sekedar beda dari orde baru. Kesalahan seperti ini tidak ada yang mengakui dan akhirnya tidak ada pihak yang berupaya untuk meluruskan jalannya reformasi karena para penyelenggara negara telah menganggap arah reformasi telah sesuai dengan keinginan rakyat.

Apalagi kondisi ABRI telah disudutkan seolah-olah telah berbuat fatal dalam mengelola negara dan ABRI berhasil tersudut. ABRI telah dipecah menjadi TNI dan Polri, dan mereka hanya wait and see saja terhadap dinamika kehidupan bangsa dan telah kembali ke barak (go back to barack) dan hanya berfungsi sebagai alat pemerintah dalam menekan rakyatnya, tanpa menyadari bahwa TNI bukan alat pemerintah saja melainkan juga alat negara yang berarti tentara rakyat yang berjuang untuk kepentingan rakyat (UU RI no 34 tahun 2004 tentang TNI). Pada saat kepentingan rakyat bertentangan dengan pemerintah, dimana posisi TNI sebagai tentara rakyat dan sekaligus sebagai bhayangkari negara dan bangsa? TNI harus berpihak pada pihak yang benar, rakyat atau pemerintah karena kedua-duanya merupakan organ negara, sehingga yang dibela TNI adalah kebenaran. Inilah yang disebut sebagai ksatria Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan (marga ketiga dari Sapta Marga). Tetapi jika TNI hanya wait and see dan menunggu saja berada didalam barak sambil menonton dinamika negara, bangsa dan masyarakatnya, serta keluar barak jika negara dalam keadaan darurat militer, maka negara, bangsa dan masyarakatlah yang akan menjadi korban reformasi yang tidak jelas arahnya. TNI harus menjadi garda terdepan dalam menegakkan kebenaran bersama penegak kebenaran lainnya (Polisi, Kejaksaan, Hakim, Pengacara / Advokat dan KPK ) secara terintegrasi sinergi dan komprehensif.