Untuk mewujudkan Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa perlu tahap-tahap seperti :
Tahap pertama, menyusun / mengamandemen UUD RI 1945 dengan hati nurani yang bersih, hindari pola pikir dan pola tindak yang mengutamakan pribadi dan kelompoknya. Aparatur negara adalah Kepala Negara yang dirangkap oleh MPR, Pemerintah, DPR dan Mahkamah Agung, TNI dan Bank Sentral. Lembaga ini harus diatur agar mereka sejajar dibawah kendali Kepala Negara yang diatur dengan mekanisme pengambilan keputusan secara musyawarah/ kepemimpinan kepanitiaan / kepemimpinan kolektif. Tiap-tiap aparatur negara, mandiri dan tidak saling penetrasi kekuasaan masing-masing. Koordinasi merupakan kewajiban namun bukan penetrasi. Jika terjadi konflik antara aparatur negara maka Kepala Negara yang mengadili melalui Mahkamah Konsitusi. Oleh karena itu Mahkamah Konsitusi sebaiknya dijadikan Organ Majelis. Komisi Yudisial dihapus saja.
Untuk merealisasikan pengamalan Pancasila dalam kehidupan kenegaraan maka Kepala Negara terdiri dari Ketua Umum, Ketua Bidang Ke Tuhanan, Ketua Bidang Kemanusiaan, Ketua Bidang Persatuan Indonesia, Ketua Bidang Kerakyatan/Kedaulatan dan Ketua Bidang Keadilan Sosial. Masing-masing Bidang mempunyai organ sesuai kebutuhan. Selain dengan itu ditambah dengan pimpinan tertinggi dari masing-masing Aparatur negara versi penulis. Kepala Negara inilah yang merupakan Majelis Permusyawaratam Rakyat. Ketua Umun beserta para Ketua Bidang dan pimpinan tertinggi aparatur negara harus dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dengan demikian masing-masing aparatur negara seperti Eksekutive, Legislative, Yudikative, TNI dan Bank Sentral mempunyai kedudukan jang sejajar dan legitimasi yang kuat mewakili rakyat dan kekuasaan yag mandiri pada kekuasaan masing-masing. Dengan pemahaman seperti itu maka yang dipilih secara lansung oleh Rakyat adalah : Pimpinan MPR selaku Kepala Negara, Pimpinan Eksekutif, Pimpinan Yudikatif, Pimpinan Legislatif, pimpinan TNI dan pimpinan BI. Masing-masing Pimpinan Aparatur Negara, memilih para anak buahnya yang profesional dan memiliki dedikasi yang tinggi untuk mengisi struktur organisasi yang telah ditentukan dalam UU RI tentang Susunan Oragnisasi, Wewenang, Tugas dan Tanggungjawab Aparatur Tertinggi Negara dan Aparatur Negara. Secara makro hal ini harus dimuat dalam pasal-pasal UUD RI 1945 sebagai pedoman penyusunan UU RI tersebut.
Oleh karena itu pasal-pasal UUD RI 1945 harus diadakan lagi perubahan yang ke lima tahun 2011, sehingga pada tahun 2015, setelah Pemilu 2014, pemerintah baru sudah berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945 hasil mandemen ke 5. Mekanisme Kerja antara Aparatur Negara diatur dalam Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Kepala Negara (bukan Presiden). Presiden selaku Kepala Pemerintah (bukan Perdana Menteri ) mengeluarkan Peraturan Pemerintah dilingkungan Pemerintah, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan untuk ketertiban Peradilan, DPR mengeluarkan Peraturan / legislasi tentang mekanisme Kerja DPR. Semua Peraturan tersebut menginduk kepada Undang-Undang yang disyahkan dengan Ketetapan MPR selaku Kepala Negara. Masukan konsep/Rencana Undang-undang datang dari masing-masing aparataur negara sesuai bidangnya dan dibahas oleh Ketua Bidang di Kepala Negara bersama organnya dan disyahkan oleh Kepala Negara. Inilah yang sebetulnya dimaksudkan dalam makna implisit Pancasila dan UUD RI 1945, sehingga kita tidak menengok kekanan dan kekiri kebingungan mencari bentuk sistem kenegaraan yang tepat bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara ini makna implisit telah dijabarkan dalam P4 dan seharusnya disempurnakan, kelemahan-kelemahan dihapus dan disusun perbaikan-perbaikannya. Penjabaran Pancasila kedalam 36 butir bukan dihafal, melainkan diamalkan/diaplikasikan, pasal-pasal UUD RI 1945 disempurnakan, dan segera dijabarkan kedalam peraturan yang aplikatif, maka akan terwujud Pancasila dan UUD RI 1945 yang sesuai dengan dinamika bangsa Indonesia. Bukan malah diberangus, sehingga pengaturan tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hampir mapan/baik, terpaksa surut lagi kebelakang/ setback. Bagaimana sikap manusia Indonesia apa akan terus mencari sistem lain dengan sistem presidensiil, dengan sistem parlementer, dengan sistem campuran atau sistem semau sendiri yang berkuasa atau sistem Pancasila dan UUD RI 1945 ???
Berikutnya, setelah sistem telah ditata sesuai makna implisit Pancasila dan UUD RI 1945, tahap selanjutnya memilih awak organisasi untuk mengawakinya. Pemilihan inilah yang sangat krusial. Pemilihan para pemimpin (Kepala Negara, Kepala Eksekutive, Kepala Yudikative, Kepala Legislatif, Pimpinan TNI dan Bank Sentral harus dipilih oleh rakyat secara langsung melalui Pemilihan Umum. Hasil Pemilihan Umum, Kepala Negara yang baru terpilih, dilantik oleh Kepala Negara yang lama dan Kepala Negara yang baru, melantik para Kepala Aparatur Negara. Para Kepala Aparatur Negara dan Aparatur Tertinggi Negara memilih awak organisasi masing-masing berdasarkan perimbangan profesionalitas dan dedikasi personel serta berdasarkan peroleh suara dalam pemilu kecuali TNI dan Polri hanya berdasarkan profesionalisme dan dedikasi. Awak organisasi adalah manusia, penulis yakin bukan malaikat, sehingga cenderung untuk mencari kesenangan dalam melakukan kehidupannya/tugasnya. Untuk membatasi sifat hakiki manusia yang sombong, tidak sabar, zalim dan bodoh, perlu diberi aturan berserta sangsinya. Sejalan dengan itu take home pay yang dapat menjamin hidup layak bagi para awak organisasi, harus mendapat prioritas utama disertai sangsi yang tegas tanpa pandang bulu. Prasarat inilah yang sementara ini terlupakan, sehingga awak organisasi mencari solusi sendiri-sendiri melalui tindakan yang melawan hukum. Akibatnya hasil-hasil yang dikumpulkan disembunyikan di negara orang, sehingga di negara sendiri selalu kekurangan modal walaupun sesungguhnya menjadi lahan mencari modal. Awak organisasi yang telah terpenuhi hidup layak sampai mati, tentunya akan mempunyai gengsi dan rasa malu untuk berbuat yang melanggar hukum yang dapat membuat dirinya nista. Kondisi seperti ini akan dapat mewujudkan aparatur negara yang bersih dan berwibawa good govermence.