Berbicara tentang nasib dan takdir termasuk nasib dan takdir manusia, kita perlu memahami paham Qodariyah dan Paham Jabariah yang sejak Rasul Muhammad SAW berpulang ke Rahmatullah, menjadi perdebatan yang tidak pernah selesai sampai sekarang. Sejalan dengan itu kita harus memahami pula makna kehendak Allah SWT dan keinginan/ cita-cita manusia, sehingga tidak selalu menyalahkan Allah SWT apabila kita mengalami kegagalan dalam dinamika kehidupan.
Paham Qodariyah merupakan keyakinan yang berdasarkan kepada ayat 53 Surat ke 8 Al Anfaal (Rampasan Perang) : “ Demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan Nya kepada suatu kaum (bangsa) , hingga kaum (bangsa) itu berusaha merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. Di sini dinyatakan secara tegas Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu bangsa/ manusia, hingga bangsa itu berusaha untuk merubahnya. Disini unsur usaha bangsa/manusia lebih menentukan, sehingga memungkinkan bangsa/ manusia akan maju karena selalu berusaha untuk mencapai keinginannya/ cita-citanya.
Paham Jabariah mengacu kepada ayat 26 dan ayat 27 Surat ke 3 Aali Imraan (Keluarga Imran). Ayat 26 : ”Katakanlah : “ Ya Allah, Pemilik kerajan, Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau tanggalkan/ hilangkan kerajaan itu dari siapa yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Dan ditangan Engkau segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu “.
Ayat 27 : “Engkau masukan malam kepada siang, Engkau masukan siang kepada malam, Engkau keluarkan yang hidup dari pada yang mati, Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki dengan tiada terhitung “.
Paham ini meyakini, bahwa manusia senantiasa menyerahkan urusan duniawi, dinamika kehidupannya kepada Allah SWT. Dampak dari pemahaman seperti ini, manusia menjadi statis berserah diri/ menerima apa adanya yang terjadi pada dinamika kehidupannya. Paham ini dapat membelenggu bangsa/ manusia pada stagnasi usaha untuk mewujudkan keinginannya atau cita-citanya.
Jika kita menghayati kandungan Al Qur’an secara sepotong-sepotong per ayat, maka akan timbul penafsiran/ paham yang demikian. Namun jika kita menghayati kandungan Al Qur’an secara komprehensif, integral dan wholistik, maka tidak akan muncul pemahaman seperti kedua paham tersebut di atas. Kedua-duanya benar karena ayat tersebut ditulis oleh kelompok kerja Sabit bin Samid pada jaman Khalifah Usman bin Afan berdasarkan ajaran Rasullulah Nabi Muhammad SAW yang memperoleh wahyu dari Allah SWT. Ayat-ayat Al Qur’an ada yang Mukamad (terang) dan ada yang Mutasyabihat (terselebung). Untuk memahami kandungan implisit Al Qur’an, setiap manusia harus berupaya membaca dengan mata batin/energi ruh. Jika hanya membaca ayat secara harfiah saja, maka kita dapat menderes setiap waktu. Bagaimana Al Qur’an menganjurkan dan memberi petunjuk kepada kita dalam menempuh dinamika kehidupan duniawi? Setiap kitab Suci dari jaman Taurat/ Musa, Zabur/ Daud, Injil/ Yesus dan Al Qur’an / Rasullulah Nabi Muhammad bahkan Buddha Gautamapun/ Weda, senantiasa mengajarkan kepada umat manusia untuk berbuat yang positif/ energi positif yang dikembangkan. Mengapa demikian ?
Allah SWT menciptakan jagad raya termasuk dunia dengan berpasangan tidak terkecuali kehidupan manusia. Demikian pula di alam gaib Allah menciptakan berpasangan yaitu tempat positif/ Surga dan tempat negatif/ Neraka. Mengapa ada Surga dan Neraka, karena Allah SWT telah menciptakan hukum alam/ ekosistem/ causal/ sebab dan akibat. Jika manusia berbuat hal positif maka manusia tersebut akan berakhir di tempat positif. Sebaliknya jika manusia berbuat negatif maka manusia tersebut akan berakhir di tempat negatif. Dan inilah yang diilhamkan oleh Allah SWT kepada manusia yang berupaya memohon petunjuk kepada-Nya. Itulah sebabnya para Rasul dan Nabi didalam menyeru kepada umatnya senantiasa mengatakan bahwa beliau hanyalah pembawa berita bukan untuk memaksa. Manusia dapat memilih sesuai dengan pilihannya dan dampaknya akan diperoleh seperti apa yang diperbuatnya, seperti yang terdapat dalam ayat 286 Surat ke 2 Al Baqarah (Sapi Betina) : “Allah tiada membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Baginya (pahala) apa yang dia kerjakan dan dia mendapat (siksa dari kejahatan) yang dia kerjakan...... “
Dalam Surat ke 6 Al An ‘Aam (Binatang Ternak) ayat 132 : “ Dan masing-masing orang memperoleh derajat menurut apa yang mereka kerjakan, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan “
Begitu pula dalam Surat ke 45 Al Jaatsiyah (Yang Berlutut) ayat 15 : ”Barang siapa beramal saleh, maka untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan, maka atas dirinya sendiri, kemudian kamu dikembalikan kepada Tuhanmu “.
Demikian pula dalam Ayat 60 Surat ke 55 Ar Rahmaan (Yang Maha Pengasih ) : “Tiadalah balasan kebaikan itu melainkan kebaikan (pula ) “.
Ayat-ayat tersebut merupakan dalil hukum Allah SWT yang kausal.
Dengan demikian, sebenarnya pemahaman kita tentang penciptaan manusia, seharusnya menganalogi kepada penciptaan komputer, karena memang komputer direkayasa dengan meniru manusia ciptaan Allah SWT. Allah SWT adalah Pencipta dan sekaligus Programer yang telah membuat jasad (piranti keras) dan garis nasib dan takdir (sofware) kehidupan manusia. Kombinasi Akal pikiran dan hati nurani manusia merupakan operator yang akan mengendalikan jalannya program Allah SWT. Jadi jika dikatakan segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah SWT, memang benar semua program sudah berada didalam kuduk manusia. Namun untuk menjalankan program itu, yang berperan sebagai operator adalah budi daya manusia yang berasal dari hati nurani dan akal pikiran manusia dan terjelma dalam bentuk sinergi afective, kognetive dan motorik. Bagaimana titik temu antara garis –garis program Allah SWT dengan keinginan manusia sebagai operator ?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita ingat kembali bahwa Allah SWT menciptakan berpasangan. Lihat gambar 6 : Garis Kehidupan yang telah diprogram sejak masih dalam kandungan ibu / alam barzah, dan diletakan dalam kuduk manusia, sambil untuk mencatat/merekam secara otomatis tindakan yang jahat dan tindakan yang baik dari manusia itu,dalam buku yang namanya sijjin dan Illiyyin [1]. Garis program saling berkaitan antara manusia yang satu dengan yang lain, dengan flora, dengan fauna dan dengan lingkungan alam dimana manusia berada. Dalam gambar 6 baru program satu manusia dan belum tuntas, apalagi jika dituntaskan dan lengkap dengan program kehidupan yang akan mempengaruhi manusia itu. Garis kehidupan isteri, orang tua, mertua, anak, atasan, bawahan, tetangga, kawan, flora, fauna dan alam lingkungan yang akan bergunbungan dengan kehidupan manusia, maka gambar garis kehidupan tersebut akan menjadi demikian rumit dan komplek. Tidak ada satu manusiapun mampu menggambarkan program kehidupan manusia, walaupun dengan program komputer sekarang
Paham Qodariyah merupakan keyakinan yang berdasarkan kepada ayat 53 Surat ke 8 Al Anfaal (Rampasan Perang) : “ Demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan Nya kepada suatu kaum (bangsa) , hingga kaum (bangsa) itu berusaha merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. Di sini dinyatakan secara tegas Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu bangsa/ manusia, hingga bangsa itu berusaha untuk merubahnya. Disini unsur usaha bangsa/manusia lebih menentukan, sehingga memungkinkan bangsa/ manusia akan maju karena selalu berusaha untuk mencapai keinginannya/ cita-citanya.
Paham Jabariah mengacu kepada ayat 26 dan ayat 27 Surat ke 3 Aali Imraan (Keluarga Imran). Ayat 26 : ”Katakanlah : “ Ya Allah, Pemilik kerajan, Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau tanggalkan/ hilangkan kerajaan itu dari siapa yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Dan ditangan Engkau segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu “.
Ayat 27 : “Engkau masukan malam kepada siang, Engkau masukan siang kepada malam, Engkau keluarkan yang hidup dari pada yang mati, Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki dengan tiada terhitung “.
Paham ini meyakini, bahwa manusia senantiasa menyerahkan urusan duniawi, dinamika kehidupannya kepada Allah SWT. Dampak dari pemahaman seperti ini, manusia menjadi statis berserah diri/ menerima apa adanya yang terjadi pada dinamika kehidupannya. Paham ini dapat membelenggu bangsa/ manusia pada stagnasi usaha untuk mewujudkan keinginannya atau cita-citanya.
Jika kita menghayati kandungan Al Qur’an secara sepotong-sepotong per ayat, maka akan timbul penafsiran/ paham yang demikian. Namun jika kita menghayati kandungan Al Qur’an secara komprehensif, integral dan wholistik, maka tidak akan muncul pemahaman seperti kedua paham tersebut di atas. Kedua-duanya benar karena ayat tersebut ditulis oleh kelompok kerja Sabit bin Samid pada jaman Khalifah Usman bin Afan berdasarkan ajaran Rasullulah Nabi Muhammad SAW yang memperoleh wahyu dari Allah SWT. Ayat-ayat Al Qur’an ada yang Mukamad (terang) dan ada yang Mutasyabihat (terselebung). Untuk memahami kandungan implisit Al Qur’an, setiap manusia harus berupaya membaca dengan mata batin/energi ruh. Jika hanya membaca ayat secara harfiah saja, maka kita dapat menderes setiap waktu. Bagaimana Al Qur’an menganjurkan dan memberi petunjuk kepada kita dalam menempuh dinamika kehidupan duniawi? Setiap kitab Suci dari jaman Taurat/ Musa, Zabur/ Daud, Injil/ Yesus dan Al Qur’an / Rasullulah Nabi Muhammad bahkan Buddha Gautamapun/ Weda, senantiasa mengajarkan kepada umat manusia untuk berbuat yang positif/ energi positif yang dikembangkan. Mengapa demikian ?
Allah SWT menciptakan jagad raya termasuk dunia dengan berpasangan tidak terkecuali kehidupan manusia. Demikian pula di alam gaib Allah menciptakan berpasangan yaitu tempat positif/ Surga dan tempat negatif/ Neraka. Mengapa ada Surga dan Neraka, karena Allah SWT telah menciptakan hukum alam/ ekosistem/ causal/ sebab dan akibat. Jika manusia berbuat hal positif maka manusia tersebut akan berakhir di tempat positif. Sebaliknya jika manusia berbuat negatif maka manusia tersebut akan berakhir di tempat negatif. Dan inilah yang diilhamkan oleh Allah SWT kepada manusia yang berupaya memohon petunjuk kepada-Nya. Itulah sebabnya para Rasul dan Nabi didalam menyeru kepada umatnya senantiasa mengatakan bahwa beliau hanyalah pembawa berita bukan untuk memaksa. Manusia dapat memilih sesuai dengan pilihannya dan dampaknya akan diperoleh seperti apa yang diperbuatnya, seperti yang terdapat dalam ayat 286 Surat ke 2 Al Baqarah (Sapi Betina) : “Allah tiada membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Baginya (pahala) apa yang dia kerjakan dan dia mendapat (siksa dari kejahatan) yang dia kerjakan...... “
Dalam Surat ke 6 Al An ‘Aam (Binatang Ternak) ayat 132 : “ Dan masing-masing orang memperoleh derajat menurut apa yang mereka kerjakan, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan “
Begitu pula dalam Surat ke 45 Al Jaatsiyah (Yang Berlutut) ayat 15 : ”Barang siapa beramal saleh, maka untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan, maka atas dirinya sendiri, kemudian kamu dikembalikan kepada Tuhanmu “.
Demikian pula dalam Ayat 60 Surat ke 55 Ar Rahmaan (Yang Maha Pengasih ) : “Tiadalah balasan kebaikan itu melainkan kebaikan (pula ) “.
Ayat-ayat tersebut merupakan dalil hukum Allah SWT yang kausal.
Dengan demikian, sebenarnya pemahaman kita tentang penciptaan manusia, seharusnya menganalogi kepada penciptaan komputer, karena memang komputer direkayasa dengan meniru manusia ciptaan Allah SWT. Allah SWT adalah Pencipta dan sekaligus Programer yang telah membuat jasad (piranti keras) dan garis nasib dan takdir (sofware) kehidupan manusia. Kombinasi Akal pikiran dan hati nurani manusia merupakan operator yang akan mengendalikan jalannya program Allah SWT. Jadi jika dikatakan segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah SWT, memang benar semua program sudah berada didalam kuduk manusia. Namun untuk menjalankan program itu, yang berperan sebagai operator adalah budi daya manusia yang berasal dari hati nurani dan akal pikiran manusia dan terjelma dalam bentuk sinergi afective, kognetive dan motorik. Bagaimana titik temu antara garis –garis program Allah SWT dengan keinginan manusia sebagai operator ?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita ingat kembali bahwa Allah SWT menciptakan berpasangan. Lihat gambar 6 : Garis Kehidupan yang telah diprogram sejak masih dalam kandungan ibu / alam barzah, dan diletakan dalam kuduk manusia, sambil untuk mencatat/merekam secara otomatis tindakan yang jahat dan tindakan yang baik dari manusia itu,dalam buku yang namanya sijjin dan Illiyyin [1]. Garis program saling berkaitan antara manusia yang satu dengan yang lain, dengan flora, dengan fauna dan dengan lingkungan alam dimana manusia berada. Dalam gambar 6 baru program satu manusia dan belum tuntas, apalagi jika dituntaskan dan lengkap dengan program kehidupan yang akan mempengaruhi manusia itu. Garis kehidupan isteri, orang tua, mertua, anak, atasan, bawahan, tetangga, kawan, flora, fauna dan alam lingkungan yang akan bergunbungan dengan kehidupan manusia, maka gambar garis kehidupan tersebut akan menjadi demikian rumit dan komplek. Tidak ada satu manusiapun mampu menggambarkan program kehidupan manusia, walaupun dengan program komputer sekarang
Allah SWT hanya memprogram berpasangan antara yes or no, seperti bentuk diagram decision tree, terus secara berlanjut sesuai dengan skala waktu. Jika kita memilih Yes keatas maka nasib kita terbawa keatas. Diatas memilih lagi yes ke atas atau or ke bawah dinamika hidup kita akan mengikuti. Jika kita memilih no kebawah berarti kehidupan kita terbawa ke bawah dan seterusnya. Inilah yang disebut nasib, kita sendiri yang memilih. Dalam pilihan antara yes ke atas atau no ke bawah ada titik temu yang tidak dapat dihindari, mau atau tidak mau harus dilalui (seperti lintasan kritis dalam net work planning yang harus dipilih untuk optimalisasi pekerjaan) dan kehidupan kita harus melalui titik tersebut. Inilah yang disebut Takdir. Jadi takdir tidak dapat dirubah walaupun kita memohon kepada Allah SWT, karena itu sudah menjadi ketentuan Allah SWT yang sudah terprogram dalam probility kehidupan manusia. Namun garis nasib dapat berubah-ubah sesuai pilihan kita, dan disinilah peranan do’a dan permohonan kepada Allah SWT agar kita diberi petunjuk dalam memilih dinamika kehidupan. Itulah makna paham jabariah dan paham qodariyah yakni antara takdir dan nasib. Takdir bukan diartikan sebagai sesuatu yang telah terjadi merupakan Takdir dari Allah SWT. Takdir adalah ketentuan Allah SWA dalam program kehidupan Jagad Raya termasuk penghuninya/manusia yang tidak dapat dihindari. Kejadian yang telah terjadi bisa merupakan kesalahan kita dalam memilih alternatif perjalanan kehidupan. Sebagai contoh dalam gambar 2 kehidupan manusia sudah diprogram oleh Allah SWT. Jika kita memilih setiap waktu dengan titik hijau misalnya, maka garis kehidupan kita adalah path yang dilalui oleh garis hijau. Lain lagi jika manusia memilih biru maka garis kehidupan manusia mengikuti path biru. Begitu juga jika kita salah pilih, memilih path hitam, maka kita mati ditengah. Yang disebut takdir adalah segi delapan merah yang mau atau tidak mau, memilih Yes ke atas atau No ke bawah, titik merah harus dilalui. Titik merah jambu adalah garis selesai kehidupan/mati.
Demikian pula masalah kematian, kehidupan, jodoh dan rezeki yang biasanya manusia menyerah kepada apa saja yang akan terjadi terjadilah, karena hal itu dianggap sudah ketentuan Ilahi. Padahal tidak demikian. Pemahaman seperti ini menghambat kemajuan manusia dan bangsa, karena semua dinamika kehidupan, kita serahkan kepada keputusan Allah SWT/ paham jabariah. Padahal Allah SWT hanya memprogram, pilihan diserahkan kepada manusia sebagai Khalifah di bumi, jadi tidak semua persoalan diambil alih oleh Allah SWT, tetapi ada delegasi otoritas kekuasaan Allah SWT kepada manusia untuk memainkan sandiwara yang telah diskenariokan dalam program/ garis Nasib dan Takdir. Dari gambar pendekatan diagram kehidupan manusia tersebut, dapat kita lihat bahwa garis kehidupan manusia memang sudah ditentukan oleh Allah SWT dalam bentuk probility yang berpasangan. Jika manusia memilih yes atau no suatu keputusan dalam kehidupan manusia apakah dari diri sendiri atau atas saran pihak lain dalam kurun waktu tertentu, maka garis kehidupan manusia mengikuti sesuai program Allah SWT. Dan jika manusia telah menentukan pilihan/ sebab pada waktu tertentu, sumbu “X“ garis horizontal, maka hanya satu pilihan itulah yang akan menghasilkan/akibat. Manusia tidak dapat mengundurkan waktu untuk mengulangi pilihan yang keliru, namun manusia dapat lebih berhati-hati lagi pada saat akan menentukan pilihan diwaktu yang akan datang. Perjalanan dinamika hidup manusia tergambar dalam garis vertikal/ sumbu “Y” dapat berbentuk kematian, jodoh, rezeki, derajat, martabat, kesenangan, kesusahan dan sebagainya. Gambar 2 baru menggambarkan program kehidupan satu manusia, padahal kenyataan hidup manusia dipengaruhi oleh manusia lain, oleh flora, fauna, alam lingkungan, masing-masing mempunyai program sendiri-sendiri dan dapat saling berpengaruh manakala manusia berdampingan. Gadis/ manusia lain garis kehidupannya akan mempengaruhi kehidupan kita setelah dia kawin dengan kita. Demikian pula garis kehidupan flora dan fauna akan mempengaruhi garis kehidupan kita setelah kita mendekat ke flora dan fauna tersebut, seperti memelihara hewan, memelihara tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Pada akhirnya program kerghidupan manusia demikian komplek dan rumit, maha komplek dan maha rumit dan yang dapat memprogram dan membaca hanya Allah SWT. Program tersebut merupakan skenario Allah SWT dalam menciptakan sandiwara dunia yang merupakan senda gurau dan permainan atas kehidupan mahkluk-Nya seperti yang disebut dalam Surat ke 6 Al An ’Aam (Binatang Ternak) ayat 32 : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain permainan dan senda gurau belaka, dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang–orang yang bertaqwa. Maka apakah kamu tidak memahaminya“
Disebut lagi dalam Surat ke 29 Al’ Ankabuut (Laba-Laba) ayat 64 : “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itu adalah kehidupan yang sebenarnya kalau mereka mengetahui“.
Dalam Surat ke 47 Muhammad (Nabi Muhammad) ayat 36 juga menyatakan : “Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, dan jika kamu beriman dan bertaqwa, Allah memberikan pahala kamu dan Dia tidak meminta kepada kamu harta-harta kamu“.
Begitu pula di Surat ke 57 Al Hadiid ( Besi ) ayat 20 : “Ketahuilah sesungguhnya kehidupan di dunia hanyalah permainan, kalalaian, perhiasan dan berbangga-bangga antara kamu dan berlomba banyak harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan petani-petani, kemudian (tanamanya ) menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ada (pula) ampunan dari Allah dan keridhaan-Nya. Dan tiadalah kehidupan dunia melainkan kesenangan yang menipu“.
Skala waktu yang tergambar sebenarnya skala waktu ordo lebih kecil dari mikro detik, sehingga demikian rumitnya program kehidupan manusia, apalagi jika gambar program tersebut digambar secara lengkap antara lintasan manusia dengan manusia lain seperti isteri, anak,mertua, tetangga, atasan, bawahan, alam lingkungan flora, fauna dan sebagainya maka sangat rumitlah gambar program kehidupan manusia tersebut. Tidak ada Malaikat, Manusia, Jin dan Setan termasuk manusia itu sendiri yang dapat menggambarkannya, hanya Tuhan yang dapat merumuskan.
Penjelasan ini mempunyai tujuan agar kita dalam menyikapi kehidupan duniawi diharapkan tidak selalu pasrah kepada nasibdan atau takdir, tetapi selalu dinamis memelopori usah-usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan, keadilan, kemakmuran dan keamanan serta demokrasi, seperti yang tertuang dalam Surat ke 55 Ar Rahman ayat 33 : “Hai sekalian Jin dan Manusia, jika kamu mampu menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak bisa menembusnya melainkan dengan kekuatan“.
Hal ini berarti kita diperintah oleh Allah SWT untuk membuka cakrawala ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk ilmu rohani, untuk dapat menembus penjuru langit dan bumi. Perintah ini bukan hanya ditujukan kepada Manusia melainkan juga ditujukan kepada Jin. Kita mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi serta ajaran kerohanian, jangan sampai menjadi mandeg, stagnasi pada suatu titik tetapi harus dinamis tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur manusia.
Bangsa kita mempunyai kitab Suci Al Qur’an yang memuat ayat–ayat luhur, sebagai petunjuk kehidupan manusia, namun kita sepertinya belum dapat mengamalkannya. Tingkatan kita baru dapat melombakan pembacaan secara harfiah, seharusnya dilombakan juga dalam pengamalan kehidupan nyata yang penuh realita dan bermakna serta bernuansa bahagia. Bangsa lain yang tidak memiliki Al Qur’an malah mengaplikasikan Al Qur’an untuk mengembangkan kehidupannya baik di bidang ekonomi, politik, pengetahuan dan teknologi maupun bidang sosial. Oleh karena itu sudah saatnya kaum Islam harus mulai sadar, sadar dan bangunlah serta segera berbenah diri untuk mengejar ketinggalan sambil memperkokoh kembali ikatan yang telah tercerai berai guna bersatu dengan umat lain untuk membangun bangsa, masyarakat dan negara Indonesia, bukan bersatu untuk menghantam kelompok lain. Samakan persepsi dalam memahami kandungan Al Qur’an dan buanglah jauh-jauh berbedaan pemahaman yang tidak ada artinya bagi kehidupan manusia Indonesia khususnya dan umat manusia pada umumnya. Berbeda dalam agama dan pemahaman, tetapi bersatu dalam kehidupan itulah Bhineka Tunggal Ika, suatu kata yang mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan tanpa kemauan dan pengendalian diri yang dalam. Ortang Jawa mengatakan “ Enteng Kocape abot sanggane “.
[1] Tim Disbintalad, Al Qur’an Terjemahan Indonesia, PT Sari Agung, Jakarta, 2004, Surat ke 83 Muthaffifiin ( Orang-Orang yang Curang ) ayat 7 dan ayat 18 dan 19 , p-1222 dan 1224
No comments:
Post a Comment