Membaca Editorial Media Indonesia terbitan hari Rabu tanggal 6 Juni dan Kamis 7 Juni serta berita Head line halaman depan hari Jum’at tanggal 8 Juni 2007, penulis merasa prihatin sehingga perlu ikut sumbang pikir sebagai wacana para anak bangsa yang tergolong sebagai Politikus, Kritikus, Birokrat, Akademika, Intelektual dan Pakar baik disiplin ilmu Hukum, ilmu Politik,Pemerintahan, agama maupun ilmu lainnya serta para praktisi birokrat dan teknokrat.
Allah berfirman melalui Surat Al An’aam (Binatang Ternak) ayat 32 yang artinya : “ Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain permainan dan senda gurau belaka, dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka apakah kamu tidak memahaminya “ ?. Diulangi lagi pada Surat Al’ Ankabuut ( Laba-laba) ayat 64 yang artinya : “ Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah senda gurau dan permainan dan sesungguhnya negeri akhirat itu adalah kehidupan yang sebenarnya kalau mereka mengetahui “.
Berdasarkan referensi Firman Allah tersebut maka seyogyanya baik para anggota bersama pimpinan DPR maupun Presiden bersama para Menterinya dapat perperan sebagai pemain sandiwara dan senda gurau dunia secara professional, proporsional, arief dan bijaksana dalam memecahkan permasalahan Negara, Bangsa dan Masyarakat.
Dikatakan sandiwara dan senda gurau, kita harus yakin seyakin-yakinnya bahwa Firman Allah itu benar adanya. Insan Illahi yang dapat memainkan peran secara professional, proporsional, arif dan bijaksana berdasarkan kaidah Kemanusiaan, itulah yang disebut manusia berbudi luhur :
1) Profesional, Kedua belah pihak (DPR dan Presiden) memahami substansi masalah Interpelasi. DPR mempunyai hak bertanya / interpelasi dan Pemerintah wajib menjawab. Pemerintah salah satu unsur Negara, terdiri dari Presiden, Menteri dan jajarannya. Tugas dan fungsi pemerintah terbagi habis oleh Departemen yang dipimpin oleh Menteri, berarti pemerintah yang sesungguhnya dan sebenarnya adalah departemen. Presiden hanya sebagai pemimpin, dan koordinator pemerintahan. Presiden berhak menunjuk kepada Menterinya untuk , menjawab, mengatasi, mendiskusikan dan memecahkan permasalahan pada bidang tugasnya. Termasuk menjawab interpelasi Dewan. Dengan demikian pada saat sidang DPR Pemerintah hadir apakah para menteri yang mewakili wakil / Presiden atau Presiden sendiri sebenarnya tidak ada masalah, yang penting sidang dapat berjalandan dapat memecahkan substansi interpelasi dengan Win –Win solution, I am OK yau are OK bukan I am Ok you are not OK. DPR tidak dapat ngotot memaksa Presiden harus hadir. Tindakan semacam ini akan menimbulkan arogansi pada masing-masing pihak dan secara manusiawi masing-masing pihak akan unjuk kekuatan. Hal inilah yang tidak diingini oleh rakyat banyak. Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, DPR dipilih oleh rakyat secara perwakilan. Ditinjau dari aspek pemilihan, legitimasi Presiden atas nama Rakyat lebih kuat dibanding legitimasi DPR yang mewakili partai / kelompok rakyat. Namun ditinjau dari aspek hukum / UUD 1945 dua-duanya mempunyai kedudukan yang sejajar. Oleh karena itu sebaiknya saling menyadari apa arti peran sebagai manusia berbudi luhur, dalam melaksanakan mandat rakyat. Penulis berharap agar sidang jalan tanpa harus dihadiri sendiri oleh Presiden, yang penting Pemerintah telah mengutus wakilnya untuk menjawab hak interpelasi DPR. Dengan demikian biaya sidang tidak sekedar untuk hadir berulang-ulang, tetapi benar benar digunakan secara efektif dan efisien.
Begitu juga bagi Presiden / Wakil Presiden menghadiri suatu sidang Paripurna Dewan, bukanlah suatu tindakan yang hina, namun merupakan tindakan kewajaran sebagai penanggung jawab pemerintahan.
Apabila kedua belah pihak sebagai pemeran sandiwara dan senda gurau bertindak secara professional, maka pelaksanaan Sidang Paripurna dapat dilaksanakan sesuai jadwal waktu yang telah ditentukan dan proses diskusi pemecahan masalah dapat berjalan secara serasi dan selaras tanpa memasalahkan Presiden hadir atau tidak, yang penting ada jawaban pemerintah. Tindakan seperti ini memerlukan keluhuran budi dalam memahami substansi masalah, bukan dari landasan emosional, arogansi, protokoler, politik dan interest pribadi atau golongan. Yang harus kita sepakati adalah apabila kita kebetulan dipercaya untuk berperan dalam sandiwara dan senda gurau tingkat Negara c/q pemerintah maka yang kita pikirkan adalah kepentingan rakyat banyak yakni mereka dapat hidup secara layak dan aman. Mohon para Ketua dan anggota DPR serta Presiden beserta jajarannya berperanlah secara professional.
2) Proposional. Interpelasi masalah dukungan / tidak terhadap pembuatan nuklir di Iran perlu disikapi secara professional dan proposional. Indonesia sebagai salah satu Negara yang ikut mendukung gerakan anti nuklir, tentunya sewaktu diminta pendapat yah harus tegas siapapun pembuatnya. Kita jangan terpancing kepada solidaritas Negara yang tidak mencerminkan kepentingan nasional dan tujuan bangsa Oleh karena itu para anggota Dewan perlu mengkaji kembali politik bebas aktif kita agar dibunyikan bebas dan aktif yang dicerminkan kepada kepentingan bangsa, bukan bebas dan aktif asal tidak berpihak walaupun tidak menguntungkan kepentingan bangsa, yang penting tetap konsisten kepada apa yang digariskan dalam politik luar negeri yang bebas dan aktif. Itulah makna reformasi untuk merevisi aturan, undang-undang yang sudah tidak relevan lagi pada jamannya.
3) Arief dan Bijaksana. Dalam menganalisis pemecahan masalah seyogyanya kedua belah pihak menggunakan pisau analisis batin dan logika. Analisis batin akan dapat menjangkau kurun waktu yang lama, nilai luhur kemanusiaan, pemahaman terhadap orang lain, diabdikan kepada kepentingan rakyat banyak, sedangkan analisis secara empiris dan logic terbatas pada jangka pendek, kadang-kadang mengabaikan nilai luhur kemanusiaan, egois dan untuk kepentingan kelompoknya. Untuk memahami analisis secara arif dan bijaksana, kita perlu menyimak disamping ilmu ilmiah seperti hukum, manajemen, politik, ekonomni, social dan budaya kita juga perlu menyimak firman Tuhan yang diajarkan kepada kita sejak jaman Hindu, Budha / Sidarta Gautama, Ibrahim, Musa, Daud, Isa sampai yang terakhir nabi Muhammad SAW dalam kitab-kitab Weda, Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an. Penulis yakin dengan bimbingan Tuhan Yang Maha Esa jika DPR dan Presiden masing-masing berperan secara professional, proporsional, arif dan bijaksana maka persetruan antara DPR dan Presiden yang terhormat dapat diakhiri dan merupakan modal awal yang agung untuk memperbaiki citra kehidupan bangsa dan negara yang sedang terpuruk. Penulis berharap sekali lagi agar forum dialog antara DPR dan Pemerintah merupakan forum dialog antar mitra kerja wakil rakyat yang senantiasa mengutamakan Win-Win Solution. Jangan sampai dijadikan ajang tontotan sandiwara yang menggemaskan, tetapi ajang sandiwara yang cantik dan menarik untuk dinikmati oleh rakyat yang memberi mandat. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera, aman, damai, adil, dan demokratis.
9 Juni 2007
Suara hati Begawan Hendrajati dari lereng Gunung Penanggungan.
Allah berfirman melalui Surat Al An’aam (Binatang Ternak) ayat 32 yang artinya : “ Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain permainan dan senda gurau belaka, dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka apakah kamu tidak memahaminya “ ?. Diulangi lagi pada Surat Al’ Ankabuut ( Laba-laba) ayat 64 yang artinya : “ Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah senda gurau dan permainan dan sesungguhnya negeri akhirat itu adalah kehidupan yang sebenarnya kalau mereka mengetahui “.
Berdasarkan referensi Firman Allah tersebut maka seyogyanya baik para anggota bersama pimpinan DPR maupun Presiden bersama para Menterinya dapat perperan sebagai pemain sandiwara dan senda gurau dunia secara professional, proporsional, arief dan bijaksana dalam memecahkan permasalahan Negara, Bangsa dan Masyarakat.
Dikatakan sandiwara dan senda gurau, kita harus yakin seyakin-yakinnya bahwa Firman Allah itu benar adanya. Insan Illahi yang dapat memainkan peran secara professional, proporsional, arif dan bijaksana berdasarkan kaidah Kemanusiaan, itulah yang disebut manusia berbudi luhur :
1) Profesional, Kedua belah pihak (DPR dan Presiden) memahami substansi masalah Interpelasi. DPR mempunyai hak bertanya / interpelasi dan Pemerintah wajib menjawab. Pemerintah salah satu unsur Negara, terdiri dari Presiden, Menteri dan jajarannya. Tugas dan fungsi pemerintah terbagi habis oleh Departemen yang dipimpin oleh Menteri, berarti pemerintah yang sesungguhnya dan sebenarnya adalah departemen. Presiden hanya sebagai pemimpin, dan koordinator pemerintahan. Presiden berhak menunjuk kepada Menterinya untuk , menjawab, mengatasi, mendiskusikan dan memecahkan permasalahan pada bidang tugasnya. Termasuk menjawab interpelasi Dewan. Dengan demikian pada saat sidang DPR Pemerintah hadir apakah para menteri yang mewakili wakil / Presiden atau Presiden sendiri sebenarnya tidak ada masalah, yang penting sidang dapat berjalandan dapat memecahkan substansi interpelasi dengan Win –Win solution, I am OK yau are OK bukan I am Ok you are not OK. DPR tidak dapat ngotot memaksa Presiden harus hadir. Tindakan semacam ini akan menimbulkan arogansi pada masing-masing pihak dan secara manusiawi masing-masing pihak akan unjuk kekuatan. Hal inilah yang tidak diingini oleh rakyat banyak. Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, DPR dipilih oleh rakyat secara perwakilan. Ditinjau dari aspek pemilihan, legitimasi Presiden atas nama Rakyat lebih kuat dibanding legitimasi DPR yang mewakili partai / kelompok rakyat. Namun ditinjau dari aspek hukum / UUD 1945 dua-duanya mempunyai kedudukan yang sejajar. Oleh karena itu sebaiknya saling menyadari apa arti peran sebagai manusia berbudi luhur, dalam melaksanakan mandat rakyat. Penulis berharap agar sidang jalan tanpa harus dihadiri sendiri oleh Presiden, yang penting Pemerintah telah mengutus wakilnya untuk menjawab hak interpelasi DPR. Dengan demikian biaya sidang tidak sekedar untuk hadir berulang-ulang, tetapi benar benar digunakan secara efektif dan efisien.
Begitu juga bagi Presiden / Wakil Presiden menghadiri suatu sidang Paripurna Dewan, bukanlah suatu tindakan yang hina, namun merupakan tindakan kewajaran sebagai penanggung jawab pemerintahan.
Apabila kedua belah pihak sebagai pemeran sandiwara dan senda gurau bertindak secara professional, maka pelaksanaan Sidang Paripurna dapat dilaksanakan sesuai jadwal waktu yang telah ditentukan dan proses diskusi pemecahan masalah dapat berjalan secara serasi dan selaras tanpa memasalahkan Presiden hadir atau tidak, yang penting ada jawaban pemerintah. Tindakan seperti ini memerlukan keluhuran budi dalam memahami substansi masalah, bukan dari landasan emosional, arogansi, protokoler, politik dan interest pribadi atau golongan. Yang harus kita sepakati adalah apabila kita kebetulan dipercaya untuk berperan dalam sandiwara dan senda gurau tingkat Negara c/q pemerintah maka yang kita pikirkan adalah kepentingan rakyat banyak yakni mereka dapat hidup secara layak dan aman. Mohon para Ketua dan anggota DPR serta Presiden beserta jajarannya berperanlah secara professional.
2) Proposional. Interpelasi masalah dukungan / tidak terhadap pembuatan nuklir di Iran perlu disikapi secara professional dan proposional. Indonesia sebagai salah satu Negara yang ikut mendukung gerakan anti nuklir, tentunya sewaktu diminta pendapat yah harus tegas siapapun pembuatnya. Kita jangan terpancing kepada solidaritas Negara yang tidak mencerminkan kepentingan nasional dan tujuan bangsa Oleh karena itu para anggota Dewan perlu mengkaji kembali politik bebas aktif kita agar dibunyikan bebas dan aktif yang dicerminkan kepada kepentingan bangsa, bukan bebas dan aktif asal tidak berpihak walaupun tidak menguntungkan kepentingan bangsa, yang penting tetap konsisten kepada apa yang digariskan dalam politik luar negeri yang bebas dan aktif. Itulah makna reformasi untuk merevisi aturan, undang-undang yang sudah tidak relevan lagi pada jamannya.
3) Arief dan Bijaksana. Dalam menganalisis pemecahan masalah seyogyanya kedua belah pihak menggunakan pisau analisis batin dan logika. Analisis batin akan dapat menjangkau kurun waktu yang lama, nilai luhur kemanusiaan, pemahaman terhadap orang lain, diabdikan kepada kepentingan rakyat banyak, sedangkan analisis secara empiris dan logic terbatas pada jangka pendek, kadang-kadang mengabaikan nilai luhur kemanusiaan, egois dan untuk kepentingan kelompoknya. Untuk memahami analisis secara arif dan bijaksana, kita perlu menyimak disamping ilmu ilmiah seperti hukum, manajemen, politik, ekonomni, social dan budaya kita juga perlu menyimak firman Tuhan yang diajarkan kepada kita sejak jaman Hindu, Budha / Sidarta Gautama, Ibrahim, Musa, Daud, Isa sampai yang terakhir nabi Muhammad SAW dalam kitab-kitab Weda, Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an. Penulis yakin dengan bimbingan Tuhan Yang Maha Esa jika DPR dan Presiden masing-masing berperan secara professional, proporsional, arif dan bijaksana maka persetruan antara DPR dan Presiden yang terhormat dapat diakhiri dan merupakan modal awal yang agung untuk memperbaiki citra kehidupan bangsa dan negara yang sedang terpuruk. Penulis berharap sekali lagi agar forum dialog antara DPR dan Pemerintah merupakan forum dialog antar mitra kerja wakil rakyat yang senantiasa mengutamakan Win-Win Solution. Jangan sampai dijadikan ajang tontotan sandiwara yang menggemaskan, tetapi ajang sandiwara yang cantik dan menarik untuk dinikmati oleh rakyat yang memberi mandat. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera, aman, damai, adil, dan demokratis.
9 Juni 2007
Suara hati Begawan Hendrajati dari lereng Gunung Penanggungan.
1 comment:
Asal Aja.........
Post a Comment